Jumat, 15 Februari 2013

Sultan Timur Lenk


Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh



Jika membaca sejarah, selama ini Bangsa Mongol sering identik sebagai penghancur kejayaan dinasti Abbasyiah di Baghdad.

Para ahli sejarah mempunyai banyak perbedaan pendapat tentang siapa dari kerajaan Mongol yang lebih dulu masuk Islam, yang pasti bukan Genghis Khan. Ada yang berpendapat Chagatai Khan (putra kedua Genghis, penguasau transoxania), Hulagu Khan (Penakluk Baghdad) atau Karachar Nevian (Panglima Perang Chagatai).

Kita sampingkan saja siapa yang Islam pertama kali dari Dinasti Mongol. Setelah sukses menaklukan Baghdad dan mendirikan kerajaan-kerajaan otonom di wilayah yang ditaklukan. para raja kerajaan
 otonom ((Genghis membagi Kerajaannya bagi tiga putranya) ) tadi banyak yang masuk Islam dan memutuskan hubungan dengan Mongol Pusat. Tokoh yang terkenal jelas si Timur Lenk (Tamerlane).

Masa-masa akhir Dinasti Abbasyiah adalah masa kesesatan, jauh dari apa yang disebut akhlaqul Islamiyah. Perbudakan manusiawi dan secara bertahap mulai dihapuskan oleh Rasulullah dan sahabatnya, malah kembali dilestarikan pada masa ini dengan perbudakan yang tidak manusiawi. Perdagangan yang jujur sudah tidak ada lagi, bahkan pedagang asal Baghdad terkenal akan kelicikanya pada masa itu. Menarik “jizyah” (upeti) seraya mengancam akan membumi hanguskan. dll

Ada perbedaan pendapat di kalangan sejarawan, tentang alasan kenapa bengis- nya Hulagu Khan dalam menaklukan Baghdad. Ada yang berpendapat karena “dendam” persia yang mengalir dalam darah istri kesayanganya, tapi ini juga banyak yang meragukan karena panjangnya masa yang terbentang dari penaklukan Persia (th. 661.M) ke penaklukan Baghdad (th.1258)

Teori kedua adalah masalah ekonomi. Beberapa kali dalam transaksi perdagangan, Persia mongol yang dipimpin Hulagu selalu dikadali pihak Baghdad sehingga menimbulkan kerugian yang besar. Di dalam negeri pun (kekuasaan Abbasyiah saat itu sudah menyempit hanya seputar Iraq) Khalifah Mus’tasim juga dibenci penduduknya karena tinggi-nya pajak. Sehingga beberapa daerah otonom mendeklarasikan kemerdekaanya.

Teori kedua ini diperkuat dengan sebuah lukisan bagaimana Hulagu Khan memperlakukan si Khalifah yang ditaklukannya. Sang Khalifah di penjara bersama harta kekayaannya, seperti ingin menertawakan kegilaan harta si Sultan Musta’sim.

Setelah sukses menghancurkan Baghdad, Pasukan Hulagu juga sukses meruntuhkan
Damaskus tapi akhirnya ditumpas ketangguhan pasukan Dinasti Ayyubiyah asal Mesir.

Sampai sekarang perdebatan tentang Agama apa yang dianut oleh Hulagu juga cukup menarik disimak. Ada yang berpendapat kristen sebagaimana agama Ibu dan Istrinya, tapi proses pemakamanya menggunakan ritual Buddha.

Teori bahwa dia beragama Buddha mungkin lebih dipercaya, karena ketika perang Salib III berakhir dengan kekalahan di pihak Eropa, dia menawarkan bantuan dengan langsung menulis surat kepada Paus dan Raja-raja Eropa (th.1262M), tapi ditolak. Mungkin dia dianggap kafir karena non kristen, padahal kalau bantuanya diterima, semua Kesultanan “Arab Saracen Muslim” pasti tamat

#KONTROVERSI TIMUR LENK
Disaat banyak ulama muslim menghujat kebengisan Timurlenk, Ibnu Khaldun salah seorang ulama ternama muslim, malah memuji Timurlenk dengan mengatakan “Disaat banyak pemimpin muslim terlena oleh harta dan melupakan penyebaran Islam, Timurlenk datang meneruskan kerja penyebaran Islam”

Orang Mongol satu ini memang terus menjadi kontroversi dalam sejarah, terutama bagi yang tidak memahami kondisi sosial dunia Arab abad pertengahan. Arab pada masa itu telah kembali ke dalam apa yang disebut masa “jahiliyyah”. Islam sudah tidak lagi dijunjung, melainkan diinjak-injak atas nama keluarga, kesukuan, madzhab dan demi kekuasaan. Hal inilah yang menanamkan kebencian nyata dalam diri Timurlenk pada ras Arab dan selalu menjaga ke- steril-an pasukannya dari orang Arab.

Terlahir dari keturuan Genghis Khan dari pihak Ibu (Putri dari Chagatai Khan), Kakeknya Chagatai Khan adalah penguasa Chagatai Khanate. Emperium Mongol ketika itu dibagi menjadi beberapa daerah federal yang bebas tapi tetap tunduk pada kekuasaan presiden utama di Mongol pusat yang bergelar “The Great Khan”. Kakek dari pihak bapak Timurlenk (Tamerlane) adalah panglima 
perang Chagatai Khan bernama Karachar Nevian.

Tahun 1260, setelah kematian Mongke Khan (Great Khan ke-5 sebelum Kubilai Khan) Chagatai Khannate menyatakan putus hubungan dengan mongol pusat dan berdiri Independent karena perbedaan prinsip agama. Timurlenk sendiri sukses naik ke tampuk pimpinan pada tahun 1370 M. Tapi dia hanya mengangkat dirinya sebagai Panglima Besar dan mengangkat Sultan-sultan Chagatai sebagai gubernur saja.

Setelah itu, 35 tahun hidupnya dihabiskan untuk mempersatukan dunia Islam yang tercerai-berai, para sejarawan sering menulisnya sebagai penaklukan, tapi Timurlenk dalam memoarnya dengan tegas membantah:
"I am not a man of blood; and God is my witness that in all my wars I have never been the aggressor, and that my enemies have always been the authors of their own calamity
Saya bukanlah pembantai, dan biarlah Tuhan sebagai saksiku bahwa dalam setiap perang saya tidak pernah menjadi penakluk, dan para musuhku lah yang telah menulis bencana mereka sendiri"

Bila membaca sejarah secara adil, mungkin kita bisa memahami “kebengisan” Timurlenk. Profil ke-muslim-an Timurlenk tidak main-main. Sejak kecil dia dididik dalam pemahaman Islam yang sangat kuat, bahkan sudah hafal Qur’an sejak usia 10tahun. Sebagian sejarawan berpendapat bahwa dia seorang Syiah tapi melihat profil pendidikan ke-islam-an yang banyak dipengaruhi Madzhab Hanafi, dia adalah seorang Sunni.

Tapi profil Timurlenk menurut Ibnu Khaldun lebih menarik disimak. Timurlenk adalah pribadi yang sangat toleran terhadap perbedaan tapi mudah marah ketika melihat ada seorang yang mempermasalahkan perdebatan, apalagi jika kemudian terjadi perang antara sesama muslim hanya karena perbedaan khilafiyah dan perebutan kekuasaan, Timurlenk tidak akan pernah mengampuni hal-hal sepele seperti ini.

Keteguhan dan kebengisan tekad Timurlenk dalam menyiarkan faham toleransi dan persatuan Islam bisa dilihat dari proses penaklukan Dinasti Ilkhanid di Iran. Tahun 1335-1384 terjadi perang saudara perebutan kekuasaan di Dinasti Ilkhanid setalah Sultan Abu Sa’id meninggal Dunia. Tahun 1385 dia memimpin 200ribuan pasukan untuk proses stabilisasi politik dan menempatkan Sultan bayangan untuk memungut upeti sebagai pengganti biaya perjalanan pasukan.

Tahun 1387 terjadi pemberontakan atas kekuasan TimurLenk dan menolak membayar upeti. Karuan saja Timurlenk marah, lalu melakukan pembantaian massal pada pasukan pemberontak yang sudah terkepung. Sejarah mencatat ada hampir 70.000 kepala manusia yang terpenggal lalu ditempatkan pada 28 menara benteng, di setiap menara terdapat 1500-an kepala.

Perhatian pada penyebaran Islam juga sangat tinggi. Salah satu contohnya adalah alasan TIMUR LENK menginvasi Kesultanan Delhi di India. Menurut sejarawan Cambridge, alasan utama adalah terlalu minimnya upaya Islamisasi yang dilakukan oleh Delhi karena banyaknya sogokan dari kaum Hindu India pada Sultan.

Setelah menaklukan Delhi, garnisun pasukan Turki ternyata menerima suap dari penduduk Hindu agar lebih terjamin keamanannya diluar jizyah (upeti resmi) yang sudah ditetapkan oleh Timurlenk. Karena ketahuan, penerima suap (Pasukan Turki) dan para peyuapnya dijatuhi hukuman penggal kepala.

Garnisun Tukri berkekuatan 15.000 pasukan menolak, memberontak, menjarah dan memaksapenduduk Hindu untuk bergabung berperang melawan Timurlenk. Karuan saja disikat habis dengan korban mencapai 100.000 orang. Kejadian ini menyebabkan hubunganya dengan Dinasti Turki Utsmaniyah tidak harmonis.

Ketika akhirnya menaklukan sebuah kerajaan, ilmuwan dan Ulama setempat langsung dibawa ke Samarkand (Uzbekistan) untuk dimuliakan. Kemanapun Timurlenk pergi dalam rombonganya selalu terdapat Ulama untuk membimbing pasukanya, dan memasukkan pemahaman Islam pada daerah taklukanya. Tidak mengherankan, bila dikemudian hari daerah (wilayah Asia Tengah sampai Asia Selatan) memiliki toleransi yang hebat dalam memaknai perbedaan.

Ada kisah menarik tentang kuburan Timurlenk, saat Uzbekistan dikuasai Soviet. Seorang arkeolog Soviet Mikhail Mikhaylovich Gerasimov nekad menggali kuburan Timurlenk dan merekonstruksi tulang- tulangnya untuk mendapatkan gambaran wajah. Dia mengindahkan tulisan di peti mati (Siapa yang pernah membuka makamku, akan melepaskan penyerbu yang lebih mengerikan daripada aku) dan 2 hari kemudian Nazi German meluncurkan Operasi Militer bersandi Barbarosa menyerang Soviet. Dan setelah kemenangan Soviet di Perang Stalingard, jasad kerangka Timurlenk dikubur kembali dengan ritual Islam.

Wasslamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
»»  READMORE...

Senin, 11 Februari 2013

Harun ar-Rasyid

Assalamu'alaikum wr. wb

Harun Ar-Rasyid lahir di Rayy pada tahun 766 dan wafat pada tanggal 24 Maret 809, di Thus, Khurasan. Harun Ar-Rasyid adalah kalifah kelima dari kekalifahan Abbasiyah dan memerintah antara tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang ketiga. Ibunya Jurasyiyah dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman.
Meski berasal dari dinasti Abbasiyah, Harun Ar-Rasyid dikenal dekat dengan keluarga Barmaki dari Persia (Iran). Di masa mudanya, Harun banyak belajar dari Yahya ibn Khalid Al-Barmak.
Era pemerintahan Harun, yang dilanjutkan oleh Ma’mun Ar-Rasyid, dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia.
Di masa pemerintahannya beliau :
  • Mewujudkan keamanan, kedamaian serta kesejahteraan rakyat.
  • Membangun kota Baghdad dengan bangunan-bangunan megah.
  • Membangun tempat-tempat peribadatan.
  • Membangun sarana pendidikan, kesehatan, dan perdagangan.
  • Mendirikan Baitul Hikmah, sebagai lembaga penerjemah yang berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan, dan penelitian.
  • Membangun majelis Al-Muzakarah, yakni lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, mesjid-mesjid, dan istana.
Harun Al-Rasyid Bukanlah Khalifah Yang Suka Foya-Foya!! Banyak orang meyakini bahwa khalifah Bani ‘Abbas, Harun al-Rasyid adalah seorang yang suka hura-hura dan foya-foya, hidup dalam gelamour kehidupan. Namun sebenarnya, tidaklah demikian. Harun al-Rasyid amat berbeda dari kondisi seperti itu sama sekali. Beliau adalah Abu Ja’far, Harun bin al-Mahdi, Muhammad bin al-Manshur, salah seorang khalifah Daulah Bani ‘Abbasiah di Iraq, yang lahir tahun 148 H.
Beliau menjadi khalifah menggantikan kakaknya, al-Hadi pada tahun 170 H. Beliau merupakan khalifah paling baik, dan raja dunia paling agung pada waktu itu. Beliau biasa menunaikan haji setahun dan berperang setahun. Sekalipun sebagai seorang khalifah, beliau masih sempat shalat yang bila dihitung setiap harinya mencapai seratus rakaat hingga beliau wafat. Beliau tidak meninggalkan hal itu kecuali bila ada uzur. Demikian pula, beliau biasa bersedekah dari harta pribadinya setiap harinya sebesar 1000 dirham.
Beliau orang yang mencintai ilmu dan para penuntut ilmu, mengagungkan kehormatan Islam dan membenci debat kusir dalam agama dan perkataan yang bertentangan dengan Kitabullah dan as-Sunnah an-Nabawiyyah.
Beliau berumrah tahun 179 H di bulan Ramadhan, dan terus dalam kondisi ihram hingga melaksanakan kewajiban haji. Beliau berjalan kaki dari Mekkah ke padang Arafah.
Beliau berhasil menguasai kota Hiracle dan menyebarkan pasukannya di bumi Romawi hingga tidak tersisa lagi seorang Muslim pun yang menjadi tawanan di kerajaan mereka. Beliau mengirimkan pasukannya yang kemudian menaklukkan benteng Cicilia, Malconia dan Cyprus, lalu menawan penduduknya yang berjumlah 16000 orang.
Harun al-Rasyid wafat dalam usia 45 tahun atau 46 tahun dalam perangnya di Khurasan tahun 193 H. Semoga Allah merahmati Harun al-Rasyid.
Semangat Harun Al-Rasyid Bertempur
Suatu ketika Harun Al-Rasyid termanggu mendengar sebuah hadits. “Aku berharap agar terbunuh di medan peperangan di jalan Allah, setelah itu aku dihidupkan lagi, dan kembali mati di medan peperangan lagi,” bunyi hadits itu, dibaca Abu Mu’awiyah adh-Dhari’.
Seketika itu, Harun kembali mengingat masa lalunya: membebaskan Konstatinopel, dan menandatangani surat perjanjian damai dengan ratu Irene, sebuah perjanjian yang mewajibkan membayar jizyah kepada umat Islam setiap tahun.
Ketika menjadi khalifah daulah Abbasiyah, kisah ini menjadi kenangan indah yang membuatnya kembali bersemangat, ingin kembali bertempur. Taapi tidak bisa. Kepada sang khalifah, Abu Mu’awiyah bernasihat, cukup mengirim pasukan ke medan perang saja.
Diturutilah nasihat itu, sang khalifah mengutus anaknya Kasim, untuk berperang melawan Romawi, dan menang. Sekitar lima puluh ribu pasukan Romawi kalah. Lima ribu kuda perang berhasil dibawa pulang, beserta harta rampasan perang lainnya.


Wassalamu'alaikum wr. wb.
»»  READMORE...

Minggu, 10 Februari 2013

Sultan Salahuddin al Ayyubi

Assalamu'alaikum wr. wb. 

Salahuddin Al Ayyubi adalah seorang pejuang islam tersohor yang dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Salahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.



Salahuddin Al Ayyubi
Biografi Raja Salahuddin Al-Ayubi :
Memerintah 1174 M. – 4 Maret-1193 M.
Dinobatkan 1174 M.
Nama lengkap Yusuf Ayyubi
Lahir 1138 M. di Tikrit, Iraq
Meninggal 4 Maret-1193 M. di Damaskus, Syria
Dimakamkan Masjid Umayyah, Damaskus, Syria
Pendahulu Nuruddin Zengi
Pengganti Al-Aziz
Dinasti Ayyubid
Ayah Najmuddin Ayyub

Mungkin pada artikel ini tidak bisa menengahkan biografi salahuddin serta jejak perjuangannya secara detail dan lengkap, tetapi setidaknya kita bisa tahu bahwa seorang pejuang islam pada masa perang salib ini secara nyata mencatat jejak sejarah yang membanggakan.

Sultan Nuruddin meninggal tahun 659 H/1174 M, Damaskus diserahkan kepada puteranya yang masih kecil Sultan Salih Ismail didampingi seorang wali. Dibawah seorang wali terjadi perebutan kekuasaan di antara putera-putera Nuruddin dan wilayah kekuasaan Nurruddin menjadi terpecah-pecah. Shalahuddin Al-Ayyubi pergi ke Damaskus untuk membereskan keadaan, tetapi ia mendapat perlawanan dari pengikut Nuruddin yang tidak menginginkan persatuan. Akhirnya Shalahuddin Al-Ayyubi melawannya dan menyatakan diri sebagai raja untuk wilayah Mesir dan Syam pada tahun 571 H/1176 M dan berhasil memperluas wilayahnya hingga Mousul, Irak bagian utara.

Shalahuddin Al-Ayyubi berasal dari bangsa Kurdi. Ayahnya Najmuddin Ayyub dan pamannya Asaduddin Syirkuh hijrah (migrasi) meninggalkan kampung halamannya dekat Danau Fan dan pindah ke daerah Tikrit (Irak). Shalahuddin lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M, ketika ayahnya menjadi penguasa Seljuk di Tikrit. Saat itu, baik ayah maupun pamannya mengabdi kepada Imaduddin Zanky, gubernur Seljuk untuk kota Mousul, Irak. Ketika Imaduddin berhasil merebut wilayah Balbek, Lebanon tahun 534 H/1139 M, Najmuddin Ayyub (ayah Shalahuddin) diangkat menjadi gubernur Balbek dan menjadi pembantu dekat Raja Suriah Nuruddin Mahmud. Selama di Balbek inilah, Shalahuddin mengisi masa mudanya dengan menekuni teknik perang, strategi, maupun politik. Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun, dalam lingkungan istana Nuruddin. Pada tahun 1169, Shalahudin diangkat menjadi seorang wazir (konselor.


Biografy Salahuddin Al Ayyubi

Sultan Salahuddin Al Ayyubi, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah mampu menyapu bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa.Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard Lionheart dari Inggris. Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang Islam.

Dalam menumbuhkan wilayah kekuasaannya Shalahuddin selalu berhasil mengalahkan serbuan para Crusader dari Eropa, terkecuali satu hal yang tercatat adalah Shalahuddin sempat mundur dari peperangan Battle of Montgisard melawan Kingdom of Jerusalem (kerajaan singkat di Jerusalem selama Perang Salib). Namun mundurnya Sholahuddin tersebut mengakibatkan Raynald of Châtillon pimpinan perang dari The Holy Land Jerusalem memprovokasi muslim dengan mengganggu perdagangan dan jalur Laut Merah yang digunakan sebagai jalur jamaah haji ke Makkah dan Madinah. Lebih buruk lagi Raynald mengancam menyerang dua kota suci tersebut, hingga akhirnya Shalahuddin menyerang kembali Kingdom of Jerusalem di tahun 1187 pada perang Battle of Hattin, sekaligus mengeksekusi hukuman mati kepada Raynald dan menangkap rajanya, Guy of Lusignan.

Kita sekarang juga mungkin takjub bagaimana masa lalu bisa melahirkan orang sebaikitu. Terutama ketika orang hanya mencoba menghidupkan kembali apa yang gagahberani dari abad ke- 12 tapi meredam apa yang sabar dan damai dari sebuah zamanyang penuh peperangan. Bahkan ketika Salahuddin Al-Ayyubi wafat dan rakyatmembuka peti hartanya ternyata hartanya tak cukup untuk biaya pemakamannya,karena hartanya banyak ia berikan kepada rakyatnya yang membutuhkan.

“Ada orang yang baginya uang dan debu sama saja.”

Itulah kata-kata sebagai bukti Kezuhudan dan kesahajaan dari seorang Salahuddin Al-Ayyubi. Mungkin kata-kata mutiara inilah yang harus dipegang oleh para penguasasekarang ini dan Kepemimpinan seperti Salahuddin Al-Ayyubi yang kita harapkanmuncul dizaman millennium yang serba ambradul seperti ini, walaupun itu sebuahpengharapan yang hampir mustahil terwujud, tapi kita tetap berharap saja adaSalahuddin – Salahuddin baru yang akan memimpin dengan sebuah kebijaksanaan yangluar biasa. Kisah Kepemimpinan dan ke Suri Tauladannya masih tetap dikenang banyakorang tak terkecuali orang-orang barat baik itu melalui puisi, novel dan sebuah saksisejarah.

Saat Salahuddin menjadi Sultan, kondisi ummat Islam dalam kondisi yang mengenaskan secara rukhyah. Penyakit Wahn ( cinta dunia dan takut mati ). Penyakit hati ini menyebar dan tumbuh subur di dalam hati sebagian besar kaum muslimin sehingga api jihad benar benar padam. Sebagaimana kita tahu bahwa semangat jihad adalah modal tidak dimiliki oleh ummat lain. Sejarah membuktikan bahwa semangat jihad inilah yang menurunkan keridhoan Allah atas setiap kemengan ummat Islam. Seperti kemenangan Perang Badr, Yarmuk, Khandak, dan lainnya. Di sisi lain ukhuwah ummat muslim sangatlah hancur. Secara politik ummat Islam terpecah pecah dalam beberapa kerajaan dan kesultanan walaupun masih dalam satu kekhalifahan Abbasyah yang berpusat di Baghdad.

Melihat kondisi seperti itu, Salahuddin berpikir bahwa untuk melawan pasukan salib tidak hanya membutuhkan pasukan dalam jumlah besar, melainkan juga api jihad yang berkobar-kobar dalam setiap jiwa kaum muslimin. Salahuddin ingin membangkitkan semangat jihad dengan menghadirkan kembali semangat juang dan kepahlawanan Rasulullah Muhammad saw. Kemudian Salahuddin menggagas sebuah festival yang dinamai dengan Maulid Nabi Muhammad saw. Tujuan dari festival ini adalah untuk mengembalikan semangat juang Rasulullah dengan mempelajari sirah-sirahnya. Di festival ini, dikaji habis-habisan sirah nabawiyah (sejarah nabi) dan atsar (perkataan) sahabat, terutama yang berkaitan dengan nilai-nilai perjuangan (jihad).

Pada awalnya, gagasan Salahuddin ini di tentang oleh para ulama, karena kegiatan ini adalah bid’ah ( kegiatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah ). Salahuddin menegaskan bahwa acara ini bukanlah kegiatan ritual yang merupakan bid’ah yang dilarang, tetapi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar. Kemudian Salahuddin meminta persetujuan kepada khalifah Abbasiyah, An-Nashir di Baghdad. Dan khalifah pun setuju dengan ide Salahuddin.

Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di masjid kecil bernama Al-Khanagah di Via (jalan Do-lorossa, dekat Gereja Makam Suci. Kantornya terdiri dari dua ruangan berpenerangan minim yang luasnya nyaris tak mampu menampung 6 orang yang duduk berkeliling. Salahuddin sangat menghindari korupsi yang sering menghinggapi para raja pemenang perang.

Saladin meninggal pada 4 Maret 1193 di Damaskus. Para pengurus jenazahnya sempat terperangah karena ternyata Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66 dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu) di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima alim tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.

”Di Eropa, Salahudin Al Ayubi atau Saladin telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum kesatria,” ungkap Hitti. Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin ketika peperangan sangat jauh berbeda dibanding kekejaman tentara Perang Salib. Ahli sejarah Kristian pun mengakui mengenai hal itu. Penulis Barat,Lane-Poole mengagumi kebaikan hati Salahuddin yang mampu mencegah dan meredam amarah umat Islam dari upaya balas dendam. Lane-Poole juga melukiskan Salahuddin telahmenunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang Kristian menyerah kalah.”Tenteranya sangat bertanggungjawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan sehingga tidak ada kedengaran orang Kristian dianiaya.”


Wassalamu'alaikum wr. wb.
»»  READMORE...

Minggu, 03 Februari 2013

Muhammad al-Fatih



Assalamu'alakum wr wb

Rosulullah Saw bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].
Muhammad Al Fatih merupakan pemuda yang mampu mewujudkan salah satu bisyaroh nubuwah di atas. Kisah perjuangannya mampu menjadi inspirasi bagi para pejuang tegaknya syariat Islam dan khilafah dalam mewujudkan janji Allah dan bisyaroh nubuwah tersebut. Ada beberapa ibroh yang bisa kita ambil dari kisah selama hidupnya.

Mental al Fatih sejak kecil
Sejak kecil pada diri al Fatih sudah ditanamkan jiwa pemimpin terbaik, penakluk Konstantinopel, anak yang kelak akan mewujudkan sebuah bisayroh nubuwah. Syaikh Aaq Syamsudin, secara istiqomah mengajarkan dan mengulang-ulang bisyaroh nubuwah, kisah jihad dan futuhat para shahabat dan pendahulu al Fatih yang ingin menaklukkan Konstantinopel, serta yang terpenting adalah ketaatan totalitas pada Sang Kholiq. Sejarah telah mencatat, bahwa semenjak baligh hingga akhir hidupnya al Fatih tidak pernah meninggalkan shalat rowatib dan sholat tahajud, selama hidupnya ia menjadikan syariat selalu didepan matanya dan berusaha jangan sampai melanggar syariat Islam yang mulia ini.
Al Fatih juga manusia, sama seperti kita yang juga berjuang dan berdakwah demi tegaknya izzul Islam wal muslimin. Hanya mungkin kalau kita mau bertanya pada diri kita, sudah sejauh mana upaya kita untuk dapat mewujudkan bisyaroh nubuwah tegaknya kembali Daulah Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwah. Jika hanya untuk menaklukkan “sebuah kota” al Fatih sudah melakukan persiapan sejak dini dengan bermacam aktivitas untuk mengasah kemampuannya dan amal ibadah untuk selalu dekat dengan Allah, Bagaimana dengan kita yang memiliki cita-cita untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah ‘Alaa Minhajin Nubuwah?
Pemuda yang berani menasehati pemimpin
Pada saat usianya masih belia, al Fatih sudah mendapatkan amanah untuk memimpin ibu kota Negara Khilafah menggantikan ayahnya Sulthan Murad II yang pergi beruzlah untuk bertaqorub kepada Allah. Ia laksanakan amanah itu dengan penuh tanggung jawab. Pada saat melaksanakan amanah ini, al Fatih mendapatkan serangan dari Pasukan Salib di Varna-Bulgaria. Terdesak karena masih minimnya jam terbang dalam menjalankan pemerintahan, kemudian ia meminta ayahnya untuk turun membantunya, namun ayahnya selalu menolaknya. Beberapa kali ia mengirim surat kepada ayahnya, namun bantuan yang diharapkan tak kunjung datang. Akhirnya, al-Fatih menulis surat kepada ayahnya yang isinya
Siapakah yang saat ini menjadi sulthan Saya atau ayah?
Kalau ayahanda yang menjadi sulthan, maka seharusnya seorang pemimpin berada di tengah rakyatnya dalam situasi seperti ini
Kalau Saya yang menjadi sulthan, maka sebagai pemimpin, saya perintahkan ayahanda sekarang juga untuk datang kemari ikut memimpin pasukan membela rakyat.
Jiwa pemberani untuk mengkoreksi pemimpin seperti yang pernah dilakukan al Fatih perlu untuk kita adopsi, apalagi di saat para pemimpin di negeri ini tidak menerapkan Syariat Islam, sering mendzolimi umat dan banyak yang bermaksiat kepada Allah. Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda :
سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بن عَبْدِ الْمُطَّلِبِ وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ ، فَنَهَاهُ وَأَمَرَهُ ، فقتلُه
“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seseorang yang berdiri dihadapn pemimpin zhalim dan tidak adil, lalu dia mengajak dan mencegahnya hingga ia dibunuh.” (Al-Hakim dan At-Thabrani)
Ada yang berminat?
Catatan prestasi emas al Fatih
Keseriusan al Fatih dalam mewujudkan cita-cita untuk menaklukkan konstantinopel juga diikuti dengan berbagai catatan prestasi emasnya, diantaranya :
  1. Semenjak aqil baligh hingga meninggal dunia al Fatih tidak pernah meninggalkan sholat rowatib dan sholat tahajjud;
  2. Menjadi gubernur ibu kota daulah khilafah pada usia 21 tahun;
  3. Menguasai 7 bahasa pada usia 23 tahun;
  4. Membentuk Pasukan Inkisaria, sekitar 40.000 pasukan elit dengan program pelatihan terpadu sejak kecil dilatih fisik, akademis, strategi perang, ilmu ushul fiqh, dan semua disiplin ilmu lain. Setengah pasukan al-Fatih selalu melaksanakan tahajjud pada malam hari
  5. Pada tahun 1452 M, al Fatih membangun benteng Rumeli Hisari dengan tinggi 82 meter, dengan 5000 pekerja selesai dalam waktu 4 bulan
  6. Membuat The Great Turkish Bombard (first Supergun)
  7. Bersama pasukannya mampu memindahkan 70 kapal perang dari Selat Bosphorus menuju Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam dengan menggunakan tekhnologi yang ada pada waktu itu.
  8. Tepat pada hari Selasa tanggal 20 Jumadil Ula 857 H bertepatan tanggal 29 Mei 1453 M adalah “tanggal keramat” bagi bangsa Eropa karena pada tahun inilah al Fatih mendapat pertolongan dari Allah, berhasil mewujudkan bisyaroh nubuwah untuk menaklukan Konstantinopel setelah melewati 54 hari pertempuran dan 825 tahun penantian.
Khutbah meraih kemenangan
Sebelum menaklukkan Konstantinopel, ada khutbah yang disampaikan al Fatih untuk selurh pasukannya :
“Jika penaklukan kota Konstantinopel sukses, maka sabda Rasulullah SAW telah menjadi kenyataan dan salah satu dari mukjizatnya telah terbukti, maka kita akan mendapatkan bagian dari apa yang telah menjadi janji dari hadits ini, yang berupa kemuliaan dan penghargaan. Oleh karena itu, sampaikanlah pada para pasukan satu persatu, bahwa kemenangan besar yang akan kita capai ini, akan menambah ketinggian dan kemuliaan Islam. Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini. Hendaknya mereka tidak mengusik tempat-tempat peribadatan dan gereja-gereja. Hendaknya mereka jangan mengganggu para pendeta dan orang-orang lemah tak berdaya yang tidak ikut terjun dalam pertempuran”
Dari khutbah diatas telah jelas bahwa al Fatih sadar bahwa kelak jika Ia berhasil menaklukkan Konstantinopel, hal itu semata-mata hanya atas pertolongan dan izin dari Allah SWT, bukan karena kemampuan strategi perang, kekuatan pasukan atau senjatanya. Maka al Fatih berpesan: “Untuk itu, wajib bagi setiap pasukan, menjadikan syariat selalu didepan matanya dan jangan sampai ada diantara mereka yang melanggar syariat yang mulia ini.
Wasiat dari al Fatih
Menjalani hari-hari terakhirnya setelah diracun, Muhammad al-fatih merasaan kematian mungkin akan segera datang. Ia telah lakukan apa yang ia bisa rasa bisa. Ia telah jalani apa yang ia yakini mesti. Ia telah berikan apa yang ia anggap punya. Ia tunaikan apa yang ia tahu itu menjadi tanggungjawabnya. Maka bila takdir telah membuatnya berkuasa di usia muda dan harus membuatnya mati dalam usia yang belum terlalu tua, hari itu ia merasa layak bicara. Bila ia harus mencari alasan, mungkin hanya satu : ia telah bekerja.
Tiga puluh satu tahun setelah dilaluinya dalam pegabdian, kerja, karya, yang luar biasa. Bila kemudian di hari itu ia hendak bicara, itu sudah semestinya. Ia hendak bicara atas apa yang telah dilakukannya, sebagai sebuah wasiat untuk anaknya yang akan meneruskan kepemimpinannya. Maka kepada anaknya ia sampaikan wasiat:
“Aku sudah diambang kematian. Tapi aku berharap aku tidak kawatir, karena aku meninggalkan seseorang sepertimu. Jadilah seorang pemimpin yang adil, shalih dan penyayang. Rentangkan pengayomamu untuk rakyatmu, tanpa kecuali, bekerjalah untuk menyebarkan islam. Karena sesungguhnya itu merupakan kewajiban para penguasa di muka bumi. Dahuluklan urusan agama atas apapun urusan lainnya. Dan janganlah kamu jemu dan bosan untuk terus menjalaninya. Janganlah engkau angkat jadi pegawaimu mereka yang tidak peduli dengan agama, yang tidak menjauhi dosa besar, dan yang tenggelam dalam dosa. Jauhilah olehmu bid’ah yang merusak. Jagalah setap jengkal tanah islam dengan jihad. Lindungi harta di baitul maal jangan sampai binasa. Janganlah sekali-kali tanganmu mengambil harta rakyatmu kecuali dengan cara yang benar sesuai ketentuan islam. Pastikan mereka yang lemah mendapatkan jaminan kekuatan darimu. Berikanlah penghormatanmu untuk siapa yang memang berhak.”
“Ketahuilah, sesungguhnya para ulama adalah poros kekuatan di tengah tubuh negara, maka muliakanlah mereka. Semangati mereka. Bila ada dari mereka  yang tinggal di negeri lain, hadirkanlah dan hormatilah mereka. Cukupilah keperluan mereka.”
“Berhati-hatilah, waspadalah, jangan sampai engkau tertipu oleh harta maupun tentara. Jangan sampai engkau jauhkan ahli syari’at dari pintumu. Jangan sampai engkau cenderung kepada pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran islam. Karena sesungguhnya agama itulah tujuan kta, hidayah itulah jalan kita. Dan oleh sebab itu kita dimenangkan.”
“Ambilah dariku pelajaran ini. Aku hadir ke negeri ini bagaikan seekor semut kecil. Lalu allah memberi nikmat yang besar ini. Maka tetaplah di jalan yang telah aku lalui. Bekerjalah untuk memuliakan agama islam ini, menghormati umatnya. Janganlah engkau hamburkan uang negara, berfoya-foya, dan menggunakannya melampaui batas yang semestinya. Sungguh itu semua adalah sebab-sebab terbesar datangnya kehancuran.”
Itulah wasiat al-Fatih. Ia telah mencatatkan tinta emas dalam sejarah dan mengukir prestasi yang insya Allah layak dibanggakan dihadapan Allah SWT dengan membuktikan pada dunia melalui usaha yang nyata. Kini tinggal kita wahai Saudaraku, yang akan merealisasikan hadits Rasulullah SAW “….tsumma takuunu khilafatan ‘ala minhajin nubuwwah” dengan fikrah Islam dan thoriqah Rasulullah sebagai senjata kita, akan segera kita taklukkan atas izin Allah, ideologi Kapitalis yang saat ini sebagai benteng kuat di benak seluruh penguasa kaum muslim, dan kita dirikan diatas puing-puingnya Negara KHILAFAH ISLAMIYAH!!! ALLAHU AKBAR!!!
Wallahu a’laam bishowab.

WASSLAMU’ALAIKUM WR. WB
»»  READMORE...
FajruL AreA © 2008 Template by:
SkinCorner